Kosong
Kusandarkan tubuhku pada kursi tua ini
Memori otakku mulai berselancar menerjang ombak kenangan
Gemuruh,
Gemercik,
Beriak
Dan mengalir
Tanganku menyangga daguku
Tapi tubuhku tak mampu menyangga kisah ini
Menghentakan cerita berharga
Mengunci jiwa kelabu tanpa pentilasi
Gelap dan dingin merenggutnya
Jiwa ini kembali kosong
Tak ada sentuhan
Entah sampai kapan begini
Kosong dan selalu kosong
Kupejamkan mataku,
hilang.. pekiku dalam hati
Sendiri
Mereka
Berjalan
Berlari
Tertawa
Menangis
Tapi aku…
Hanya diam
Aku benci sepi
Andai saja kau peka
Ribuan tanda tanya dalam otakku
Takkan menjelma menjadi kegelisahan
Sekeras apapun teriakku
Orang-orang akan tetap berjalan seperti biasa
Betapapun kusutnya benang-benang memori dalam otakku
Orang-orang akan memperlakukan aku seperti biasa
Tidak ada yang memahami
Tidak..
Karena mereka tidak ada dalam posisiku…
Bahkan kau
Karena hanya aku
Kesendirianku
Kesepianku
Kebosananku
Yang tau…
sebagian siklus kehidupan adalah keangkuhan
Mereka bagian dari siklus kehidupan
Terkadang banyak yang tak kumengerti
Entah aku yang bodoh
Atau memang hingar bingar dunia yang telah memperbudak mereka
Menghujat semaunya
Berlomba-lomba mengecat, memoles, dan mewarnai wajah
Tampak seperti badut yang akan menghibur anak-anak yang sedang berpuasa tertawa
Entah aku yang ketinggalan zaman
Atau memang etika sudah tidak di kepala mereka
Berlomba-lomba memuaskan nafsu dunia
Berlomba-lomba mengisolasi gengsi
Berlomba-lomba mengeluarkan rupiah
Hanya sekedar ingin membungkus diri dari merk-merk mahal
Akan diinjaknya siapapun yang ia rasa kecil dan kotor
Aneh memang
Bukankah semua manusia terbuat dari tanah dan akan kembali pada tanah
Perasaan Itu Datang Tiba-Tiba
Tak pernah kusangka
Sedikitpun tidak
Tak pernah terpikir
Sekalipun juga tidak
Saraf-saraf di otakku meronta-ronta meminta bayanganmu hadir di memoriku
Tak pernah kuduga
Aliran darahku beriak-riak mempercepat hentakan jantungku
ketika pandanganku bertemu dengan tatapanmu
Takpernah terpikir
Selintaspun tidak
Setelah hari itu
Aku selalu merindukanmu
Aku tak pernah tahu mengapa
Kini dalam benakku ribuan tanda tanya menghampiri
Andai saja kau tahu
Andai saja kau mengerti arti rasa ini
Hanya saja kau takpeka atas semua keraguan ini
Keraguan yang menganiayaku
Keraguan yang menyiksaku
Dan Karaguanku
Keraguanku adalah kau
Perasaan yang Nyata
Biarlah hanya aku yang tahu…
Tatapanmu lurus menusuk sukmaku
Aku merasa sukmaku bernanah terkena panah tatapanmu
Terasa perih
Namun harus aku mengakui imajinasiku mulai berwarna ketika itu
Aku menunggu
Namun angin tak juga menyampaikan pesan apapun untukku
Daun-daun kering pun jatuh begitu saja
Tak peduli ada aku dan kau
Aku yang selalu menghindari tatapanmu
Tatapan yang kuartikan lebih dan lebih
Salahkah persipsiku?
Hanya kau yang tahu
Semuanya terus mengalir
Tanpa memberiku tanda kemana akan bermuara
Hingga aku tersadar sebuah perasaan yang nyata menghinggapiku
Suatu ketika saat segalanya terasa abu-abu untukku
Saat udara yang kuhirup sama dengan yang kau hirup
Saat matahari menerpa wajahku saat itu pula menerpa wajahmu
Saat angin membelaiku saat itu pula angin membelaimu
Saat aku dan kau berada dalam satu lingkaran nyata
Saat aku dan kau tersambung oleh sebuah benang batin
Maka saat itulah aku jatuh cinta padamu
Tanda tanya
Apakah arti semua ini?
Apakah yang kulihat ini?
Apakah yang kudengar ini?
Apakah yang kurasakan ini?
Jika takkan ada jawabannya
Hindarkan, buang, lenyapkan dariku
Isyarat tentang hati dan bisikan tentang harapan
Perasaan yang jauh masuk ke dalam lubuk hatiku karena matamu
Apakah arti dari semua itu?
Apakah waktu yang akan menjawabnya?
Sehingga aku harus menunggu?
Namun apa yang harus aku tunggu?
Akankah yang aku tunggu itu datang padaku?
Kemudian menjawab semua pertanyaanku
Menjelaskannya padaku apakah arti dari semua yang aku rasakan ini
Sesungguhnya aku terjebak dalam perasaanku
Kini pekat dalam hatiku karna sinar tajam korneamu
Aku malu pada diriku sendiri
Aku tak mampu menghindar
Aku tak mampu lari
aku tak mampu beranjak
aku tak mampu menampik cahaya harapan dari matamu